Ada Apa dengan Hakim Tugiyanto Saksi Berulang ulang

Penulis : Redaksi
Sumber : butet

Berantas.co.id- Jakarta. Kehadirab saksi yang meringankan ( A di Charge) dalam kasus penipuan dan penggelapan lahan milik Yayasan 17 Agustus 1945 dengan terdakwa Tedja Widjaja, yang kembali dihadirkan oleh pengacara terdakwa, serta direspon oleh Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH.MH, mendapat protes dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar SH MH, di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Utara, Rabu (10/4).

Jaksa Fedrik Adhar mengajukan protes atas pengajuan kembali saksi Zaiman Zaini. Alasannya, setelah bersaksi baru-baru ini dikhawatirkan yang bersangkutan menghadiri persidangan sehingga memberikan keterangan lanjutan tidak lagi sebagaimana diketahui, didengar atau dirasakannya.

Protes Jaksa tersebut tidak diterima penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja, Dirut PT Graha Mahardika itu. Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH sendiri mempersilakan saksi melanjutkan dan memberikan keterangan mengacu pada pasal 160 KUHAP. Pengunjung sidang terheran mendengar itu, mereka pun berbisik bisik, “ada apanya saksi bisa berulang dipanggil,” ujar pengunjung

“Ini diatur dalam KUHAP, tidak masalah saksi ini menambahkan keterangannya sebelumnya. Saksi juga tidak perlu disumpah lagi, dan keberatan jaksa dicatat” ujar Tugiyanto

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan yaitu Zaiman Zaini dan Boy Tarliman. Kesaksian Zaiman Zaiman mengatakan
terus terang, bahwa dirinya tidak tahu menahu terkait kasus tanah lokasi kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45). Saksi juga sempat sebagai pengajar di universitas swasta di kawasan Sunter itu dan diberhentikan oleh Yayasan pada tahun 2013, hanya tahu bahwa di lingkungan kampusnya sempat terjadi dualisme kepemimpinan sebelum akhirnya hanya satu diakui Kemenkumham yaitu pimpinan Rudyono Darsono.

“Saya tidak tahu apakah lahan kampus Untag (UTA 45) dipersengketakan. Saya tidak mengerti dan tak tahu itu, yang Saya ketahui, adanya Pembuatan dan pengurusan akta Yayasan tandingan yang telah di batalkan pencatatannya oleh DepKumHam, di buat dan di urus oleh saudara Bambang Prabowo, atas perintah terdakwa Tedja widjaja” ujar Zaiman Zaini dalam kesaksian tambahannya di persidangan.

Selain itu Saksi Zaiman menerangkan bahwa saudara Bambang Prabowo telah bekerja kepada terdakwa Tedja Wdjaja sejak tahun 2010. Bersama-sama dengan saudara Fatah Jaelani dan Prof. Thomas N Peea.

Selanjutnya tim pembela terdakwa juga menghadirkan Boy Tarliman, yang mengaku sebagai direktur pelaksana pembangunan kampus UTA 45 dan mengetahui kampus tersebut sudah berlantai delapan. Posisi karyawan kontraktor PT Catur Bangun Mandiri (CBM) itu nyaris sama dengan Zaiman Zaini. Tidak tahu menahu dengan persengketaan tanah lokasi kampus UTA 45 yang menyebabkan Tedja Widjaja Direktur PT Graha Mahardika itu duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri, Jakarta Utara.

Saksi Boy Tarliman mengaku tidak tahu menahu apakah ada serah terima setelah rampung/tuntas pembangunan kampus UTA. tersebut. “Saya tidak tahu apakah ada perijinan pembangunan atau tidak maupun serah terima kepada pemilik. Yang saya tahu, pembayaran biaya pembangunan selesai dan dilakukan sesuai tahapan-tahapan atau terminnya,” tutur Boy

Namun saksi tidak dapat memberikan bukti apapun terkait pembangunan maupun bukti Pembayaran. Saksi juga mengaku sudah tidak lagi bekerja pada PT. CBM, Perusahaan Kontraktor yang di akuinya sebagai pemborong bangunan 8 lantai milik Yayasan Universitas 17 Agustus tersebut.

Majelis hakim kemudian menanyakan lagi apakah terdakwa dan pembela masih akan mengajukan saksi-saksi, dan ketika dijawab tidak, Tugiyanto mengingatkan jaksa agar hanya menghadirkan dua saksi tambahannya sebagaimana diutarakan sebelumnya. “Jangan lagi ditambah dan harus rampung pemeriksaannya pada persidangan dua pekan mendatang,” kata Tugiyanto seraya mengingatkan baik jaksa maupun pembela, bahwa persidangan kasus penipuan dan penggelapan itu sudah menelan waktu enam bulan.

“Kalau bisa waktu untuk tuntutan nanti cukup sepekan, begitu pula pledoi sepekan juga. Kalau ternyata ada replik dan duplik cukup waktu tiga hari saja,” terang Tugiyanto.

Pembela terdakwa sempat meminta waktu pledoi dua pekan. Namun majelis hakim tetap dengan pendirinya bahwa waktu persidangan harus di padatkan karena waktunya sudah mepet. Butet

Comments

comments