Delapan Orang Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Jakarta Timur

Penulis : Halim

 

 

BERANTAS.CO.ID, JAKARTA – Polda Metro Jaya (PMJ) menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus mafia tanah yang merampas tanah milik Pemprov DKI Jakarta di wilayah Jakarta Timur.

Delapan tersangka tersebut ialah S, M, DS, IR, YM, ID, INS, dan I.

Satu orang tersangka berinisial S yang bertindak sebagai dalang dalam kasus ini telah ditahan oleh pihak kepolisian sejak tanggal 28 Agustus 2018 lalu, sementara tujuh orang lainnya belum dilakukan penahanan lantaran pihak kepolisian masih akan mengumpulkan sejumlah barang bukti. Menurut Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum PMJ AKBP Ade Ary, kedelapan orang tersangka ini menjalankan aksinya dengan modus menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta.

“Pelaku kasus mafia tanah ini menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta, mereka meminta ganti rugi Rp 340 miliar dari tanah yang nilainya Rp 900 miliar,” tuturnya kepada awak media, Rabu (5/9/2018).

Ia menerangkan, kejadian ini bermula saat Pemprov DKI Jakarta membeli lahan seluas 29.040 meter persegi pada bulan April 1985 dari seorang warga bernama Johnny Harry Soetantyo.

Kemudian, pada tahun 1992 diterbitkanlah sertifikat hak pakai Pemprov DKI Jakarta disertai pengukurang ulang luas tanah dengan hasil ukur 27.510 meter persegi.

Ade menambahkan, tersangka S kemudian mempengaruhi tujuh tersangka lainnya untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tahun 2011 yang lalu.

“Tersanga S ini datang menemui tujuh tersangka lainnya dan memberitahukan kalau orang tua mereka memiliki hak milik di tanah tersebut dan mengajak ketujuhnya menggugat ke PN Jaktim,” ujar Ade di Mapolda Metro Jaya.

“Mereka akhirnya membuat dokumen palsu untuk bukti di persidangan dan ternyata saat itu mereka menang,” sambung dia.

Tak terima dengan putusan pengadilan, Pemprov DKI Jakarta kemudian mengajukan banding dan akhirnya terkuak bahwa dokumen yang digunakan pelaku sebagai bukti dalam pengadilan adalah palsu.

Hal ini terbukti setelah surat-surat yang dimiliki para tersangka diperiksa oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur.

Akhirnya, Pemprov DKI Jakarta melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian pada tanggal 17 Juni 2016 yang lalu dengan nomor laporan LP/2990/VI/2016/PMJ/Ditreskrimum.
Ia menjelaskan, sebenarnya ketujuh tersangka lainnya menyadari bahwa mereka tak memiliki hak atas tanah yang disengketan tersebut, namun lantaran diiming-imingi uang sebanyak 25 persen dari nilai gugatan oleh tersangka S, mereka pun setuju untuk menggugat Pemprov.

“Mereka sebenarnya sadar itu bukan tanah mereka, tapi mereka setuju karena diiming-imingi hasil sebanyak 25 persen dari nilai gugatan, akhirnya para ahli waris palsu ini pun ikut ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Ade.

Sementara itu, Kasubdit Harda Ditreskrimum PMJ AKBP Nuredy Irwansyah memastikan, ketujuh orang ahli waris tersebut merupakan ahli waris palsu lantaran tanah sengketa telah dibeli sejak tahun 1985 oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Ahli waris asli enggak ada karena sudah pembebasan sejak 1985, ini tiba-tiba ada orang mengaku memiliki tanah itu, itu yang jadi masalah,” jelasnya.

Untuk diketahui, tanah seluas 27.510 meter persegi yang disengketakan ini telah dibangun Kantor Samsat Jakarta Timur yang terletak di Jalan DI Panjaitan Kav. 55, Cipinang Besar Utara, Jatinegara.

Para tersangka nantinya akan dijerat dengam pasal 263, 264, dan 266 jo Pasal 55 KUHP tentang pembuatan surat palsu dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

Comments

comments