PP Himmah Desak Pemerintah Tuntaskan Sengketa Register 40 Padang Lawas

Penulis : halim 

Berantas.co.id – Medan. Sejak bertahun-tahun yang lalu hingga saat ini, masalah  sengketa lahan seluas  178.000 hektare di Padang Lawas, Sumatera Utara atau yang disebut sebagai Register 40 tak kunjung selesai.

Publik tak jarang dibuat bingung atas masalah tersebut. Pasalnya, banyak pihak seolah tarik-menarik atas status Register 40. Ada pihak-pihak yang ngotot menyebutkan Register 40 bukan merupakan kawasan hutan negara tetap. Namun ada juga yang menyebutkan, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan negara tetap.

Hal tersebut juga menjadi perhatian khusus bagi Pengurus Pusat (PP) Himpunan Mahasiswa Al-Washliyah (Himmah) saat menggelar Rapat Kerja Nasional I tahun 2018 yang digelar pada 9-11 Februari 2018, di Hotel Garuda Plaza, Medan. Bahkan, masalah Register 40 itu masuk kedalam salah satu rekomendasi utama.

“Desakan penyelesaian sengketa Register 40 menjadi hasil rekomendasi Rakernas I PP Himmah yang sangat penting. Sebab potensi Register 40 itu jika dapat segera selesai sengketanya, akan menjadi modal untuk pembangunan Sumatera Utara agar lebih baik lagi,” kata Ketua Umum PP Himmah, Aminullah Siagian.

Aminullah menjelaskan bahwa Rakernas I PP Himmah juga telah diketahui oleh Kapolri, Jenderal Tito Karnavian.

“Hasil rekomendasi Rakernas I PP Himmah ini akan kita serahkan langsung ke Kapolri Pak Tito dan ke Kejaksaan Agung,” jelasnya.

Oleh karena itu, PP Himmah menegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kepolisian Daerah (Polda) Sumut, serta aparat penegak hukum lainnya untuk segera mengambil langkah tegas terhadap sengketa Register 40.

“Kami mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Polda Sumut, serta pihak terkait lainnya untuk segera menyelesaikan sengketa Register 40. Register 40 harus benar-benar berdaya guna untuk mensejahterahkan Sumatera Utara dan masyarakatnya. Jangan sampai Register 40 terus-menerus hanya memberi keuntungan untuk satu pihak tertentu saja,” tandas Aminullah.

Untuk diketahui, terdapat salah banyak perusahaan yang nekat beroperasi di Register 40, salah satunya adalah perusahaan sawit PT Torganda. Almarhum DL Sitorus sebagai bos perusahaan sawit PT Torganda pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2017 dan jadi tahanan kota karena nekat terus beroperasi di Register 40.

DL Sitorus juga telah divonis bersalah sejak 2007 sampai putusan kasasi Mahkamah Agung No 2642 K/Pid/2006 tertanggal 12 Februari 2007. Kemudian, Peninjauan Kembali No 39 PK/Pid/2007 tertanggal 16 Juni 2008. DL Sitorus terhukum penjara delapan tahun, dan denda Rp5 miliar.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, menilai Laporan masyarakat dan penanganan kasus sementara, data KLHK, sampai Mei 2017, ada 200 laporan masyarakat. Pada 2016, jumlah 600-700 pengaduan. “Ini menunjukkan masih ada persoalan di masyarakat, tentu kami akan menangani masalah ini,” kata Roy sapaannya.

Dia tak menampik, masih banyak tindak pidana kehutanan seperti illegal logging, perdagangan tumbuhan dan satwa dilindungi, sampai perambahan hutan.

“Ada 78 tindakan dilakukan baik operasi pengamanan maupun penindakan pada Mei, seperti 26 kasus di Sulawesi, 16 Kalimantan, delapan kasus Sumatera, delapan Jawa, Bali dan NTT, maupun enam Maluku dan Papua,” ujar dia.

Selain kasus Sitorus, dalam 2017, KLHK sedang menangani 31 kasus baik, tindakan PPNS maupun koordinasi dengan polisi dan bersama para ahli dari KLHK. Sedangkan, kasus perdata di luar pengadilan, ada lima sedang mediasi. Gugatan pidana, ada delapan kasus sedang proses banding dan empat dalam persidangan.

Kabar terbaru, KLHK memenangkan gugatan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) dalam perkara kebakaran hutan dan lahan. JJP harus membayar ganti rugi Rp119,9 miliar dan memulihkan 1.000 hektar lahan terbakar dengan biaya Rp 371 miliar.
[12/2 07.34] Halim Tersenyum: “Angka ini sangat sesuai,” katanya. Hasil banding ini, kata Roy, lebih berat dari putusan PN Jakarta Utara pada Maret 2015 yang menyatakn JJP bersalah, harus membayar ganti rugi, Rp 7,1 miliar. Kala itu, perusahaan hanya wajib memulihkan 120 hektar dengan biaya Rp22 miliar.

“Ini berita menggembirakan. Kami apresiasi keputusan hakim,” ucapnya.

Perusahaan sawit pemasok Wilmar Group yang memiliki lahan di Simpang Damar, Desa Sei Majo, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, ini pun kena bayaran uang paksa Rp 25 juta per hari untuk setiap keterlambatan pemulihan lingkungan oleh pengadilan tinggi.

Selain itu, KLHK telah mengenakan sanksi administrasi kepada perusahaan baik karena melanggar UU Lingkungan Hidup maupun Kehutanan. Ada 53, ada paksaan pemerintah hingga penghentian sementara.

Dia contohkan, sanksi administrasi paksaan penghentian kegiatan operasional PT RAPP Estate Pelalawan pada 9 Maret 2017. KLHK meminta menghentikan penanaman akasia di gambut, mencabut tanaman dan membersihkan biomassa bekas pencabutan di Blok G Dayun. KLHK juga, menghentikan pembuatan kanal baru di lahan gambut dan menimbun kanal baru.

KLHK memberikan 45 hari untuk perbaikan dan memenuhi kewajiban. “Kita memperpanjang karena mereka membutuhkan waktu tambahan. Proses selalu kita awasi dan memastikan mereka jalankan perintah,” tukasnya.

Comments

comments