Penulis : Tim
Editor : Redaksi
Berantas.co.id, Jakarta — Global Future Institute mengadakan seminar terbatas yang rutin dilaksanakan . Mengangkat tema, ‘Telaah Strategis dan Kritis Tentang konsepsi Indo-Pasifik di Tengah Menajamnya Persaingan Global Amerika Serikat Versus China’ (Perspektif Politik Luar Negeri RI Bebas-Aktif). Diselenggarakan di Jalan Iskandarsyah Raya Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Selasa, (15/10/2019).
Hadir sebagai pembicara, Samsul Bahari Posinfostrahan Kementerian Pertahanan, Drs.Berlian Helmy.M.Ec, Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik Lemhanas, Muhammad Anthoni,Wartawan Senior Antara , dipandu oleh Hendrajit Direktur Eksekutif Global Future Institute.
Rusman selaku ketua panitia membuka diskusi serta menyampaikan sambutannya mengatakan diskusi saat ini adalah rangkaian ulang tahun Global Future Institute yang ke 12. Semoga kajian/ seminar yang sering diadakan akan memberi masukan pada stake holder, serta bisa dijadikan rujukan bagi instansi. Diskusi ini sangat penting karena erat kaitannya tentang posisi Indonesia ditengah pertarungan Amerika Serikat dan China. Bagaimana Indonesia menyikapi hal ini?
Kemudian dilanjutkan oleh Hendrajit selaku Direktur Eksekutif Global Future Institute yang menyampaikan bahwa sasaran strategis konsepsi belum melibatkan kepentingan global. Kemitraan lintas pasifik belum melibatkan ASEAN. Prinsipnya bukan cuma masalah Amerika Serikat atau China yang akan memenangkan pertarungan ekonomi dunia tapi bagaimana Indonesia bisa keluar dari ‘Penyanderaan Global’.
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Drs.Berlian Helmy. “Indonesia harus mengimbangi dua kekuatan baru Amerika Serikat dan China. Kita harus lebih mengedepankan perdamaian dunia. Selain kekuatan Amerika Serikat dan China, ada India dan Jepang juga yang mempengaruhi perdagangan dunia. Seharusnya Indonesia berani mengajukan prakarsa baru menjadi negara penyeimbang. Sehingga bisa menarik poros-poros kepentingan internasional.
“Indonesia bisa menjual alusista ke negara-negara Afrika Solidaritas dan peluang untuk berbisnis dengan Afrika masih terbuka lebar. Kita bisa mencontoh China yang bisa membuka bisnisnya di negara- negara Afrika dengan skala kecil terlebih dahulu dan bisnis mereka didukung penuh oleh pemerintahnya meskipun ada beberapa bisnis ilegal namun China bisa menarik hati negara Afrika karena mereka membangun sarana dan prasarana seperti membuka hutan untuk membangun jalan raya, membuka jalur dari Zambia ke Ethopia. Mereka memakai cara halus dan low profil hal ini yang menjadi keunggulan China dibanding Amerika Serikat dan India. Perdagangan China juga didukung oleh kekuatan militer. Sementara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sebenarnya terpecah secara ekonomi ,Laos, Myanmar dan Kamboja berpihak pada China. Philipina, Singapura dan Birma memihak pada Amerika. Indonesia sendiri tidak menyatakan keberpihakannya namun tergantung pada situasi yang menguntungkan, dan bekerjasama dengan negara yang dianggap bisa menopang kestabilan ekonomi dalam negeri,” ungkap Samsul Bahari.
Kemudian diskusi ditutup dengan pemaparan dari Wartawan senior Antara Muhammad Anthoni, “Kerja sama ASEAN yang sangat penting yaitu kerjasama Maritim, mengolah sumber daya yang ada dan membangun infrastruktur. Pengamanan maritim juga sangat diperlukan setiap negara. Diprediksi Amerika Serikat tahun 2024 ekonominya akan menurun drastis dan bukan lagi pemimpin ekonomi dunia, mungkin akan turun jadi peringkat 4 atau 5. Sementara Indonesia kini dianggap ‘Big Brothernya ASEAN’. Negara – negara di Asia semakin meningkat ekonominya dan tidak bisa lagi diatur oleh Amerika Serikat,” tuturnya.
Lalu dilakukan tanya jawab dengan para peserta diskusi yang terdiri dari profesional, aktifis serta mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi.