sumber: internews
Penulis: wulan
Berantas.co.id – JAKARTA – Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Obatan terlarang dewasa ini menunjukan angka presentasi yang tak kunjung terselesaikan. Menurut Ketua Umum Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) Brigjen Pol (P) Drs. Siswandi saat dikonfirmasi wartawan melalui Line telpon, Kamis (4/5), dirinya menyayangkan para pengguna Narkoba harus dikenakan sanksi hukuman kurungan tahanan. Padahal ada yang lebih manusiawi dan merubah para pengguna dengan rehabilitasi.
Sesuai dengan Undang Undang RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya pada pasal 54 disebutkan, hukuman bagi pecandu dan korban penyalahguna narkotika ialah wajib menjalani rehabilitasi, beda halnya dengan pengedar atau bandar, hukumannya sangat berat.
Diutarakannya, dalam sidang lanjutan kasus penyalahgunaan narkoba yang menjerat Toil Bin Amar, Warga Tambak Mayor Barat kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Duta Amelia. Sidang menghadirkan Ahli Pidana Khusus Narkoba Dr. Ilyas S.H., M.H., yang menjabat sebagau Kepala Seksi Rehabilitasi BNN Cirebon.
Ilyas datang ke pengadilan negeri Surabaya lantaran menjadi saksi ahli keilmuannya sebagai dokter BNN. Ia menegaskan akan memberikan pemahaman proses penanganan pengguna narkoba yang tertangkap polisi.
Menurutnya, kedepan para pengguna atau penyalahgunaan narkoba tidak asal dijerat hukum, karena mereka bukan penjahat, akan tetapi mereka orang yang sedang sakit dan butuh pengobatan medis.
Brigjen Pol (P) Drs. Siswandi sependapat dengan pandangan dan konseptual baku Dr Ilyas, bahwa korban pengguna narkotika bukanlah pelaku kejahatan.
“Mereka para pengguna adalah korban. Ketidaktahuan dari dampak narkoba, atau coba-coba, ataupun dipaksa dicekoki oleh geng untuk pakai narkotika,” ungkap Siswandi.
Kata ia, yang perlu diwaspadai justru upaya para sindikat narkotika yang menghendaki generasi Indonesia menjadi pecandu dan ketergantungan obat terlarang. Masyarakat diminta membantu petugas menghalau upaya para sindikat dan pengedar disekitar daerah lingkungannya masing – masing.
“Perlu adanya filterisasi lingkungan dari bahaya laten narkoba, jika bobol sedikit saja dan diyakini akan banyak jatuh korban.” ungkap Siswandi.
Tambah Siswandi, Masyarakat juga tidak boleh mengklaim si pecandu sebagai pelaku kejahatan. Karena mereka adalah orang yang pesakitan. Makanya harus diobati melalui rehabilitasi.
“Yang diobatin saja tidak merupakan jaminan akan pulih. Apalagi tidak diobatin,” tegas mantan pejabat khusus bidang narkoba di Mabes Polri dan BNN ini.
Muncul pertanyaan yang dilontarkan masyarakat kepadanya, umumnya secara sosial, masyarakat selalu mengklaim bahkan memvonis siapapun yang terlibat narkoba, pemakai, pecandu, korban, seringkali dianggap pelaku kriminal.
Inilah jawaban Siswandi: “Siapa pun, baik korban maupun pecandu, bila tertangkap aparat memang dianggap melanggar hukum. Mereka bukanlah kriminal. Proses hukum tetap berjalan, tetapi vonisnya rehabilitasi. Bukan dipenjara. Karena pada prinsipnya rehabilitasi juga merupakan bentuk hukuman,” ujarnya.
Ia mengimbau kepada seluruh masyarakat, selain harus mewaspadai peredaran narkoba, juga harus memahami munculnya bentuk baru narkotika dan obat-obat terlarang. Menurutnya, tidak dipungkiri peredaran narkotika berkembang di kalangan artis dan publik figur lainnya.
“Saya sependapat dengan DR Ilyas bahwa pengguna narkoba itu orang sakit dan harus direhabilitasi bukan dipenjara. Adiksi adalah suatu penyakit hasrat/obsesi yang kompulsif secara Mental dan Emosional yang digabungkan dengan hasrat/obsesi secara fisik terhadap narkoba,” ulasnya.
Mirisnya, langkah yang belum diambil dan belum dipahami oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim maupun pengacara bahkan penyidik, mereka belum memahami secara mendalam tentang adiksi itu apa?”