Penulis : Halim sumber republiknews
Berantas.co.id, Mojokerto, (dikutip dari RepublikNews) – Pencabulan seorang anak (AN) secara resmi dilaporkan orangtua korban ke polisi berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP.B/136/IX/2018/Jatim/RES MJK hari Kamis, 27 September 2018 sekira jam 20.00 WIB.
Seorang ibu orangtua korban dari Candi Sidoarjo melaporkan pimpinan pondok pesantren yang beralamat di desa wilayah kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto atas perbuatan bejadnya kepada AN.
AN (17) merupakan korban pencabulan yang di lakukan oleh Kyai S, pimpinan Ponpes SN.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kasus dugaan pelecehan seksual ini terungkap dari laporan keluarga santriwati yang mewakili tiga (3) korban lainnya ke Pamong desa pada (26/09/2018).
Mereka mengadukan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di wilayah Mojokerto dengan tuduhan pelecehan seksual yang di lakukan oleh Pimpinan pensantren atau oknum kyai.
Salah satu pamong desa memberikan keterangan bahwa kasus ini damai di balai desa kemarin pada (26/09) oleh pihak Korban dan pihak Oknum Pelaku pencabulan yang dimediasikan pihak desa.
Sementara itu Kepala Desa saat di konfirmasi di rumahnya membenarkan memang ada kejadian dugaan pencabulan tersebut di Wilayah desa yang ia pimpin.
Kata ia, kronologi kasus ini sangat panjang sekali tapi singkatnya saat itu kades kedatangan ibu-Ibu korban yaitu ibu N dan K yang mewakili 3 korban lainnya.
Ketiga korban yang kami ketahui dari pengaduan ibu tersebut yaitu Korban dari Desa Kembang belor, Pacet Mojokerto, Sidoarjo dan Pasuruan, ”jelas Kades.
Kades mengatakan, pada waktu akhad damai dari pihak oknum kyai di wakili oleh menantu (inisial Gus I*red) dan sementara itu hasil pernyataan surat damai berikut berkas identitas nama-nama korban sudah di serahkan Ke pihak polsek setempat.
Dijelaskan Kades, kasus ini belum selesai meskipun ada surat penyataan damai.
Sementara itu menurut HM, menirukan perkataan dari pengakuan keluarga korban “dalam melakukan aksi pencabulan terhadap korban, oknum kyai menerapkan modus bujuk rayu dengan dalih melakukan pengobatan alternatif, si korban yang berobat di minta membuka pakaian bawah (rok) sampai kelihatan kemaluannya tanpa ada paksaan sehingga terjadi pencabulan.
”Setelah melakukan pencabulan pelaku meminta kepada korban untuk tidak memberitahukan kepada orang lain. Karena korban taat pada sang guru atau kyai sehingga korban tidak cerita, ”ucapnya.
Orang tua Korban memaparkan, kronologi dari pelaporan ke Pihak Polres Mojokerto. Mereka tidak menampik kalau sebelumnya memang ada kesepakatan damai dengan pihak oknum kyai S, tapi oknum kyai itu telah mengingkari kesepakatan yang di tulisnya sendiri.
“Sebelumnya kami sempat melapor ke Polsek. Oleh Polsek di mediasi dengan pihak oknum pimpinan ponpes. Hasil mediasi ya perjanjian damai yang ternyata diabaikan oleh pihak pelaku, akhirnya kami para wali santri sepakat melaporkan ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polres Mojokerto. dikarenakan TKP di wilayah hukum Polres Mojokerto, dan sudah di buatkan berita acara pemeriksaan (BAP) serta sudah dilaksanakan VER (Visum et Repertum) oleh Polres Mojokerto.
”urai keluarga korban pada awak media.
Berdasarkan laporan polisi tersebut, oknum kyai diancam menggunakan pasal 76E UU RI nomor : 35 tahun 2014 Jo Pasal 82 UU RI nomor : 35 tahun 2014 , Melakukan pencabulan terhadap Anak dikenakan pasal 76E UU RI No.35 Tahun 2014.