Jakarta- Pandemi Covid-19 membuat beberapa perusahaan atau penyedia lapangan pekerjaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya. Tak hanya setelah datangnya pandemi, PHK memang sudah menjad momok sejak lama. Terkadang, PHK dilakukan secara sepihak, tanpa memerhatikan dampaknya bagi karyawan yang bersangkutan. Dunia industri termasuk yang rentan terhadap PHK.
Hal itulah yang kini dihadapi oleh 223 eks karyawan PT Panca Sinar Kasih (PSK) yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara masal, dan kini dalam proses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di PN Jakarta Pusat.
Sirotul Huda & Partner selalu kuasa hukum dari eks karyawan PT Panca Sinar Kasih mengatakan, agenda sidang hari ini ialah Duplik, karena terpending 3 minggu lalu jadi hari ini 2 agenda yaitu Duplik dari tergugat dan pembuktian dari penggugat.
Sebagaimana Menurut Pasal 164 ayat 3 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi.
“Artinya dalam pasal 164 ayat 3 apabila mengalami hal seperti itu harusnya di audit oleh akuntan publik selama 2 tahun sebelum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun itu tidak dijalankan oleh perusahaan,” kata Sirotul Huda saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Rabu (9/6/2021).
Dalam kesepakatannya perusahaan juga menyebutkan alasannya bahwa karena pandemi Covid-19. Anehnya, sambung Huda, perusahaan tersebut justru masih beroperasi dan beberapa eks karyawan ditawarkan kembali.
Sebelumnya, kami juga telah menjalani proses sesuai Undang-Undang yaitu proses Bipartit, dan bertemu oleh kuasa dari perusahaan. Bahkan kuasa pertama menyebut bahwa memang yang terjadi ialah efisiensi.
“Bahkan secara tertulis pada mediasi dan juga somasi yang telah kami layangkan, kuasa perusahaan pertama itu mengatakan tidak akan lari dari tanggung jawabnya dan itu tertulis,” ungkap Huda.
Sampai batas waktu yang telah ditentukan, perusahaan kembali ingkar. Lalu kami lanjutkan ke proses Tripartit di Disnaker DKI Jakarta, dalam proses Tripartit mereka menyatakan hal yang sama.
Sehingga kini kami ajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). “Karena di PHI akan jelas hasilnya, apabila ada itikad baik maka harus dibuktikan kalau tidak maka proses hukum lah yang akan berjalan,” bebernya.
Padahal anjuran Disnaker sudah jelas, bahkan beberapa poin yang telah kami sampaikan justru Disnaker menambahkan yang sebelumnya posisinya PKWT kini menjadi PKWTT sesuai Undang-Undang.
“Dan mengenai tuntutan standar upah, kini mereka standarkan menjadi UMP. Karena ada beberapa dibawah standar UMP dan itu jelas ada di Disnaker. Jadi bukan hanya tuntutannya saja yang dikabulkan oleh Disnaker melainkan mereka memberikan anjuran lain,” pungkas Huda.
Kehadiran kami sebagai kuasa hukum dari 223 karyawan PT kami akan lakukan pengawalan sebagaimana yang telah kami capai di Bipartit lalu dikuatkan di Tripartit dan kini di PHI. Mudah-mudahan harapan kita di PHI sama dengan proses Bipartit dan Tripartit. Seandainya anjuran itu dijalankan oleh PT maka kita juga tidak akan meneruskan ke PHI.
Sedangkan kuasa hukum dari PT Panca Sinar Kasih menyatakan, akan melalui proses hukum dan tidak merugikan kedua belah pihak.