Penulis : irsyam
Berantas.co.id, Jakarta – Perbedaan tilang elektronik dengan electronic traffic law enforcement (E-TLE) dikupas tuntas di Diskusi Pojok Semanggi oleh Forum Wartawan Polri (FWP). Perbedaan sangat jauh, kalau tilang elektronik itu hanya sistem pendataannya saja.
“Sedangkan, kalau E-TLE kamera yang dipasang disimpang jalan, kendaraan yang melanggar langsung tercapture. Lalu foto itu langsung masuk ke back office.
Apakah yang ada di dalam foto itu masuk dalam pelanggaran lalu lintas tidak. Apakah kenderaan yang ada dalam foto itu masuk dalam pelanggaran lalu lintas atau tidak,” terang Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf saat Diskusi ‘ETLE, Siapkah ?’ di Polda Metro Jaya, Jumat (26/10/2018).
Ditambahkan Yusuf, apakah melanggar rambu, traffic Light, atau apa. Dalam waktu tiga hari harus ditentukan. Kalau pelanggaran, maka akan dikonfirmasi ke pemilik kendaraan.
“Kalau memang benar pemilik kenderaan yang menggunakan saat pelanggaran, maka diberi waktu selama 3 hari untuk konfirmasi. Surat tilang akan dikirim menggunakan kantor pos,” paparnya.
Dengan penerapan ETLE polisi mencoba merubah mindset masyarakat di Jakarta khususnya. Bagaimana cara menertibkan lalu lintas, tidak mungkin polisi siap 24 jam, karena ada suatu batasan.
Selanjutnya, Pelaksanaan E-TLE dinilai merupakan kebutuhan utama saat ini untuk mengatasi berbagai persoalan lalu-lintas.
“Kenapa kita melakukan ini, karena kita berpijak sesuai program PBB yakni pilar pertama manajemen safety, kedua saferoad, jalan keselamatan, ketiga cyber people, empat postcrash,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko, mengatakan pihaknya siap membantu kepolisian mengimplementasikan kebijakan E-TLE. Khususnya dalam penyediaan infrastruktur pendukung seperti CCTV atau kamera pengintai.
“Kami Dishub Area Traffic Control System (ATCS) terhubung dengan TMC (Traffic Management Center Polda Metro Jaya) jadi seluruh CCTV yang dimilik ATCS dapat digunakan (untuk E-TLE),” katanya.
Menurut Sigit, pihaknya memiliki ratusan CCTV yang bisa dipakai mendukung E-TLE. Untuk menggunakan kamera ini, Direktorat Lalu-lintas Polda Metro Jaya cukup bersurat ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pengamat hukum Universitas Hasanuddin
Gazalba Saleh, mengakui belum ada payung hukum yang spesifik mengatur pelaksanaan E-TLE, karena merupakan kebijakan baru. Hanya, mengacu pada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tangkapan layar pada rekaman video bisa dijadikan alat bukti. Sehingga kepolisian tak perlu khawatir apabila penindakan melalui sistem ini nantinya dipersoalkan.
“Kedua bahwa Pasal 184 KUHAP itu diatur alat bukti yang sah. Posisi hasil capture (tangkapan layar) itu berada dalam alat bukti berupa surat,” imbuhnya.
Sementara, Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) Edison Siahaan meminta kepolisian menjamin, implementasi E-TLE membuat tidak ada lagi praktik nakal dari oknum petugas.
“ETLE jangan dijadikan pukat harimau untuk menjadi pundi-pundi Lalu lintas,” ucapnya.
ITW juga meminta kepolisian tidak menjadikan E-TLE sebagai langkah meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari tilang.